Dialog

Ganti Rugi Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 atas Tumpahan Minyak di Laut

79
×

Ganti Rugi Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 atas Tumpahan Minyak di Laut

Sebarkan artikel ini
Hukum Laut

Pertanyaan

Bagaimana ganti rugi menurut Konvensi Hukum Laut 1982 atas tumpahan minyak di laut?

Jawaban

Pengertian Konvensi Hukum Laut 1982

Pada akhir tahun 1982, masyarakat internasional telah berhasil menyelesaikan tugas besarnya dalam mengembangkan peraturan hukum baru yang mencakup seluruh aspek pemanfaatan laut dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Hasil dari upaya-upaya ini dinyatakan dalam teks perjanjian antar negara yang dikenal sebagai Konvensi Hukum Laut 1982.

Konvensi PBB tentang Konvensi Hukum Laut 1982, juga disebut sebagai United Nation Convention of Law of the Sea (UNCLOS) berisi 320 pasal dengan sembilan lampiran.

Baca juga: Membedah Pelanggaran Pengawalan Mobil Dinas RI 36 Milik Raffi Ahmad Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Poin penting yang dibahas terkait konvensi ini adalah

  1. Batas Maritim: Konvensi ini mendefinisikan batas yurisdiksi negara pantai, termasuk laut teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontinen. ZEE diukur dari garis dasar selebar 200 mil ke arah laut terbuka.
  2. Kedaulatan Perairan Teritorial: Negara mempunyai kedaulatan penuh atas lautannya mulai dari garis pangkal sampai batas laut teritorialnya sepanjang 19 mil.
  3. Landas Kontinen: Diukur dari garis pangkal dan berjarak 200 mil laut.

Aspek Hukum Ganti Rugi Tumpahan Minyak di Laut

Aspek hukum kompensasi tumpahan minyak di laut mencakup prinsip dan prosedur yang perlu dipahami, khususnya prinsip strict liability. Dalam hal ini, jika terjadi tumpahan minyak di laut dan terjadi kerusakan, maka kewajiban ganti rugi akan segera timbul.

Pencemaran minyak yang tumpah di laut dapat disebabkan karena kapal, pengeboran di pantai, dan membuang minyak atau zat-zat ke dalam laut negara lain. Sehingga masalah ini dapat menjadi permasalahan internasional.

Mekanisme penyelesaian ganti rugi tumpahan minyak di laut melibatkan prosedur penuntutan dan penyelesaian secara hukum. Proses ini melibatkan penyelesaian sengjeta melalui arbitrase, pengadilan internasional, dan proses konsiliasi.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan letak geografisnya yang sangat strategis sebagai jalur pelayaran sehingga sangat rentan terhadap risiko tumpahan minyak, khususnya dari kapal. Beberapa tumpahan minyak menyebabkan kerusakan yang sangat serius, maka diatur dalam Perpres No. 109 Tahun 2006.

Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2006 mengatur bahwa kapal yang menumpahkan minyak di laut wajib menempuh prosedur ganti rugi atas kelalaian yang ditimbulkannya.

Perintah eksekutif tersebut tidak berlaku surut, sehingga tidak ada tindakan yang dapat diambil terhadap kapal yang menumpahkan minyak di laut sebelum tahun 2006.

Penerapan aspek hukum kompensasi tumpahan minyak di laut memerlukan kerangka hukum yang jelas untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut secara kolektif dan berkelanjutan, serta kerangka hukum yang diatur oleh Konvensi UNCLOS tahun 1982. Terdapat kebutuhan untuk menyelesaikan perselisihan terkait wilayah maritim melalui a mekanisme penyelesaian perselisihan yang ada.

Penyelesaian Sengketa Menurut Konvensi Hukum Laut 1982

Dampak dari tumpahan minyak dapat menimbulkan kerusakan yang cukup besar terhadap lingkungan laut dan kerugian yang diakibatkan oleh tumpahan minyak berupa kerugian ekonomi dan sosial secara langsung, terutama kerugian jangka panjang bagi masyarakat. Harus segera diambil tindakan untuk menghilangkan, melokalisasi dan memusnahkan minyak secepat mungkin sehingga kerusakan serius bisa dicegah.

Penyelesaian sengketa dalam pencemaran laut dapat juga dilakukan dengan ganti rugi yang dilakukan oleh pelaku dapat berupa individu, badan hukum, tidak berbadan hukum, maupun negara.

Civil Liability Convention (CLC) 1969, sebagaimana diubah dengan Protokol tahun 1992 dan selanjutnya pada tahun 2000, memperkenalkan rezim tanggung jawab berdasarkan prinsip strict liability.

Dalam hal ini, jika terjadi tumpahan minyak, pemilik kapal akan bertanggung jawab penuh tanpa harus terlebih dahulu membuktikan kelalaiannya, sebagaimana diatur pada pasal III ayat (1) CLC. Selain itu, CLC menentukan batas ganti rugi sebesar US$ 20 Juta berlaku hanya kepada kapal tanker yang membawa minyak.

Prinsip strict liability yang ketat dimaksudkan untuk menyederhanakan proses ganti rugi  tanpa penyelesaian yang panjang dan mencegah pihak-pihak yang bertanggung jawab digugat karena kelalaiannya tidak dapat dibuktikan di pengadilan. Lebih lanjut, situasi dan kondisi lingkungan masyarakat yang terkena dampak diharapkan segera teratasi dan dapat beraktivitas seperti sedia kala.

Selain penyelesaian di atas, apabila tumpahan minyak melebihi 50.000 ton maka yang menangani NCP (National Contingency Plan) merupakan sistem nasional yang dibentuk oleh kantor menteri lingkungan hidup, berkoordinasi dengan antarstasiun atau/dan pangkalan minyak.

Baca juga: Pengertian Hukum Menurut Para ahli

Kesimpulan

Proses pengaturan kompensasi tumpahan minyak di laut didasarkan pada prinsip tanggung jawab mutlak dan berfungsi tidak hanya untuk mitigasi tumpahan minyak, tetapi juga untuk mencegahnya. Namun, dalam penerapannya terdapat kendala dalam memperoleh kompensasi baik manfaat sosial maupun lingkungan.

Dengan adopsi UNCLOS 1982, negara-negara memiliki kerangka hukum yang jelas dan bersama-sama mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan, serta memecahkan sengketa yang berkaitan dengan wilayah laut melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam konvensi tersebut.

Referensi

Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.

Konvensi PBB tentang Konvensi Hukum Laut 1982.

Atmakusumah, dkk, “Mengangkat Masalah Lingkungan Hidup ke Media Massa”, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1996, hlm 185.

Ahmad Syofyan, Tanggung Jawab dalam Pencemaran Laut yang Disebabkan Oleh Minyak Menurut Hukum Internasional, Edisi Spesial Inspirasi No.X, 2010. hlm 153, 157.

B.L Hentri W & Eni Tri W, Manajemen Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut Akibat Dari Pengoperasian Kapal, Majalah Ilmiah Gema Maritim, No.1 Vol.22, 2020.

Imam Subekti, Yurisdiksi Indonesia dalam Masalah Pencemaran Laut Oleh Minyak Bumi dari Kapal Asing di Laut Teritorialnya Berdasarkan Konvensi PBB Tentang Hukum Laut 1992, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI, No.1 Vol. 5, 2011.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *