Dialog

Apakah Tindakan Main Hakim Sendiri Dipidana?

228
×

Apakah Tindakan Main Hakim Sendiri Dipidana?

Sebarkan artikel ini
Main Hakim Sendiri

Pertanyaan

Apakah tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat dapat dikenakan pidana?

Jawaban

Pengertian Tindakan Main Hakim Sendiri

Di Indonesia, penegakan hukum harus berlandaskan pada aturan hukum yang berlaku. Hal ini penting untuk menghindari tindakan main hakim sendiri, yang sering disebut sebagai eigenrichting. Main hakim sendiri merupakan keadaan di mana individu atau sekelompok orang bertindak sebagai penegak hukum dan menghukum orang lain yang tidak melalui proses hukum yang sah/seharusnya.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) memberikan prinsip fundamental dalam penegakan hukum di Indonesia, yaitu persamaan kedudukan di hadapan hukum. Hal ini berarti bahwa semua orang, tanpa terkecuali, mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang di depan hukum.

Sementara itu, jika dikaitkan dengan UU 39/1999 tentang HAM dalam pasal 1 ayat 6 maka ini termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pelaku main hakim sendiri dapat dijerat dengan berbagai pasal, seperti penganiayaan, kekerasan, dan perusakan barang.

Baca juga: RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Disahkan oleh DPR

Meskipun, di beberapa peristiwa, tindakan “Main Hakim Sendiri” dimaknai sebagai suatu upaya membela atau mempertahankan diri, tetapi tindakan ini tidak dibenarkan.

Jerat Pidana Tindakan Main Hakim Sendiri

Bagi korban, tindakan main hakim sendiri dapat menimbulkan trauma fisik dan mental yang mendalam. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki ketentuan khusus yang mengatur tentang tindakan main hakim sendiri. Oleh karena itu, korban berhak melapor ke pihak kepolisian dengan dasar pasal-pasal, antara lain:

  • Pasal Penganiayaan dalam KUHP (Pasal 351 Ayat 1):

Melakukan penganiayaan diancam hukuman penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta.

  • UU 1/2023 tentang KUHP (Pasal 466 Ayat 1):

Melakukan penganiayaan diancam hukuman penjara maksimal 2 tahun 6 bulan atau denda maksimal Rp50 juta.

  • Kekerasan Bersama KUHP (Pasal 170 Ayat 1):

Melakukan kekerasan bersama terhadap orang atau barang secara terang-terangan diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun 6 bulan.

  • UU 1/2023 tentang KUHP (Pasal 262 Ayat 1):

Melakukan kekerasan bersama terhadap orang atau barang di muka umum secara terang-terangan diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp500 juta

  • Perusakan Barang KUHP (Pasal 406 Ayat 1):

Sengaja merusak, menghancurkan, atau menghilangkan barang milik orang lain diancam hukuman penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta.

  • UU 1/2023 tentang KUHP (Pasal 521 Ayat 1):

Melanggar hukum dengan merusak, menghancurkan, atau menghilangkan barang milik orang lain diancam hukuman penjara maksimal 2 tahun 6 bulan atau denda maksimal Rp200 juta.

Baca juga: Ini Sanksinya Apabila Ada Kendaraan Lawan Arus

Upaya Penegakan Hukum 

Indonesia memiliki sistem yang kompleks dalam menegakan suatu hukum. Di satu sisi, hukum diharapkan dapat menciptakan keadilan dan ketertiban. Di sisi lain, tak jarang hukum menjadi praktik yang tidak adil dan mementingkan kepentingan segelintir pihak.

Menurut Bagir Manan, tiga pilar utama menjadi pondasi kokoh dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Pertama, hukum yang dibuat haruslah bersinergi dengan denyut nadi masyarakat. Artinya, aturan-aturan yang tersusun tak boleh hampa dari realitas sosial dan budaya yang hidup di tengah rakyat. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembuatan hukum menjadi kunci untuk melahirkan aturan yang tepat guna dan dirasakan oleh semua pihak. 

Kedua, penegak hukum, sebagai garda terdepan dalam menegakkan keadilan, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai netralitas dan objektivitas. Integritas dan profesionalisme menjadi kompas moral yang menuntun mereka dalam menjalankan tugas. Penegak hukum yang adil dan tak pandang bulu adalah pilar kedua yang tak tergantikan.

Ketiga, tak ada keadilan yang dapat tumbuh subur tanpa dukungan lingkungan sosial yang kondusif. Norma, moral, dan kebiasaan yang dianut masyarakat haruslah sesuai prinsip-prinsip keadilan. Saling menghormati hukum dan  hak asasi manusia menjadi pondasi kokoh bagi terwujudnya keadilan dalam penegakan hukum. Hukum bagaikan cermin yang merefleksikan realitas sosial yang nyata.

Baca juga: Pengertian Hukum Pidana

Maka dari itu, penegakan hukum yang adil dan sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat menjadi kunci untuk membangun pondasi kokoh bagi terwujudnya masyarakat yang adil, aman, dan sejahtera.

Kesimpulan

Main hakim sendiri atau eigenrichting adalah tindakan individu atau kelompok yang bertindak sebagai penegak hukum tanpa melalui proses hukum yang sah, dan merupakan pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta hak asasi manusia. Pelaku dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam KUHP dan UU 1/2023 tentang KUHP.

Tindakan ini menimbulkan dampak negatif bagi korban, termasuk trauma fisik dan mental, namun Indonesia belum memiliki ketentuan khusus yang mengatur tindakan tersebut. Korban dapat melapor ke polisi berdasarkan pasal-pasal tentang penganiayaan, kekerasan bersama, dan perusakan barang.

Penegakan hukum yang adil di Indonesia didasarkan pada tiga pilar utama: hukum yang relevan dengan realitas sosial, integritas dan objektivitas penegak hukum, serta dukungan dari lingkungan sosial yang kondusif. Penegakan hukum yang adil dan sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil, aman, dan sejahtera.

Referensi

Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang tentang KUHP No. 1 Tahun 2023.

Irwan Yulianto, Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Tindakan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting), Jurnal Ilmiah Fenomena, No. 21 Vol. 1, 2023, Hlm 2-15.

Bernadetha Aurelia Oktavira, “Bisakah Tindakan Main Hakim Sendiri Di Pidana?”, hukumonline.com, diakses 3 Juli 2024.

Ilham Fariduz Zaman, “Penegakan Hukum dan Lembaga Penegak Hukum”, pinterhukum.or.id, diakses 3 Juli 2024.

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *