Dewasa ini istilah konstitusi sudah tak asing lagi di telinga. Istilah konstitusi tak lagi hanya menjadi bahasan dikalangan terpelajar, melainkan seluruh kalangan, baik itu anak muda maupun orang tua rasanya sudah tak asing lagi dengan istilah ini. Apalagi ditambah mudahnya akses informasi semakin membuat istilah konstitusi diketahui seluruh masyarakat dunia.
Meresapnya istilah konstitusi tak bisa dilepaskan dari berbagai macam isu global yang menyoroti tentang konstitusi. Adanya konflik yang berkepanjangan antara Palestina-Israel, Rusia-Ukraina, serta intervensi Amerika Serikat yang dominan di seluruh sektor global membuat minat masyarakat terhadap konstitusi meningkat.
Mayoritas dari mereka mengidentifikasi konsitusi sebagai sebuah Undang-Undang Dasar yang berfungsi sebagai landasan pacu bagi bergeraknya suatu negara. Ini yang kemudian menggiring pada pertanyaan, apakah benar konstitusi dapat dimaknai demikian? Adakah alur sejarah yang mengukir lahirnya konstitusi?
Baca juga: Diskusi Hukum Nasional “Masa Depan Demokrasi: Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup?”
Pengertian Konstitusi
Dalam bahasa Prancis, istilah konstitusi lazim disebut sebagai “constituer”, yang berarti membentuk. Maksudnya, adalah merujuk kepada pengertian mengenai pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sementara dalam bahasa Inggris, istilah konstitusi disebut “constitution”. Inilah yang kemudian diadaptasi oleh bahasa Indonesia menjadi konstitusi.
Lanjutnya, pengertian konstitusi secara terminologi merupakan himpunan peraturan-peraturan pokok mengenai penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu masyarakat yang berkaitan dengan organisasi negara, kedaulatan negara, pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta pengakuan terhadap hak-hak masyarakat.
Konsekuensi logis yang tak dapat dihindari dari pengertian konstitusi tersebut adalah harus ada naskah tertulis untuk dijadikan sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pemerintahan. Inilah yang kemudian membawa pada pengertian bahwa konstitusi adalah Undang-Undang Dasar itu sendiri.
Penyamaan antara konstitusi dan Undang-Undang Dasar diperkuat oleh definisi yang dikemukakan oleh C.F. Strong, bahwa konstitusi merupakan suatu kerangka negara yang diorganisasikan berdasarkan hukum melalui pengaturan terkait pendirian lembaga-lembaga negara yang permanen dengan fungsi-fungsi yang diakui dan hak-hak yang pasti.
Disisi lain, F. Lasalle tidak serta merta mengatakan bahwa konstitusi merupakan Undang-Undang Dasar. Ia membagi pengertian konstitusi menjadi dua, yaitu pengertian sosiologis dan pengertian yuridis. Secara sosiologis, konstitusi merupakan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara, diantara kekuasaan tersebut adalah raja, parlemen, kabinet, dan partai politik. Sementara secara yuridis, konstitusi merupakan suatu naskah yang memuat semua bangunn dan sendi-sendi pemerintahan.
Adanya pengertian dari Lasalle tersebut sekaligus memberitahu bahwa terdapat dua perspektif dalam mengartikan konstitusi. Perspektif pertama mendefinisikan konstitusi tak ubahnya dengan Undang-Undang Dasar, sementara perspektif kedua memasukkan realita politik sebagai bagian dari pengertian konstitusi.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi: The Guardian of Constitution
Sejarah Konstitusi
Mula-mula artikulasi konstitusi sebagaimana tersebut diatas lahir di Athena, Yunani, pada kurun 300 SM. Namun, masyarakat Athena tidak menyebutnya dengan konstitusi atau “constitution”, melainkan “politeia”.
Merujuk kepada buku Konstitusi dan Konstitusionalisme karya Jimly Asshiddiqie, istilah politeia digunakan sebagai pangkal atas definisi “soul of the polis with power over it like that of the mind over the body” atau jiwa negara dengan kekuasaan layaknya pikiran dan tubuh. Sehingga, termasuk dalam “politeia” tak ubahnya dengan komponen-komponen konstitusi modern.
Pengertian tersebut berikutnya dibawa oleh Kekaisaran Romawi dengan menyebut konstitusi sebagai constitutio, untuk memahami “the act of legislation by the emperor” atau kebijakan pembuatan undang-undang oleh kaisar. Penyebutan constitutio kemudian selanjutnya raja Henry II dari Inggris untuk mengatur hubungan antara gereja dan pemerintahan negara melalui Constitutions of Clarendon tahun 1164. Kemudian ini berlanjut pada tahun 1236 ketika pemberlakuan Undang-Undang Merton yang salah satu pasalnya menyebut “a new constitution” dan mengaitkan satu bagian dari Magna Charta yang dikeluarkan kembali pada tahun 1225 sebagai “constitutio libertatis”.
Perjalanan konstitusi berikutnya adalah pada saat meletusnya revolusi kaum bangsawan terhadap istana di Inggris tahun 1688, yang pada akhirnya mengerucut kepada pembuatan konstitusi berupa Declaration of Independence tahun 1776 yang berisi dasar-dasar negara berdaulat. Disusul dengan revolusi Prancis tahun 1789 yang turut memproklamirkan konstitusinya melalui Estats Generaux pada tahun 1791. Sampai detik ini, istilah konstitusi tetap digunakan untuk menyebut aturan-aturan fundamental terkait penyelenggaraan negara.
Penutup
Pada hakikatnya, konstitusi merupakan peraturan-peraturan fundamental yang berperan sebagai acuan gerak suatu negara. Dalam arti sempit, konstitusi lazim dipahami sebagai Undang-Undang Dasar. Sementara dalam arti luas, konstitusi juga merupakan potret alami suatu negara, termasuk karakteristik, sejarah, dan cita-cita negara tersebut. Maka, mustahil bila suatu negara tidak mempunyai konstitusi, sebab konstitusi merupakan rahim sekaligus wujud suatu negara.
Penulis
Dzanur Rohmatul Hamiid
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya