Artikel

Penemuan Hukum dalam Sistem Hukum Civil Law dan Common Law

57
×

Penemuan Hukum dalam Sistem Hukum Civil Law dan Common Law

Sebarkan artikel ini
Penemuan hukum

Penemuan Hukum dalam Hukum

Diskursus mengenai penemuan hukum tidak dapat dipisahkan dari perdebatan mendalam dalam filsafat hukum mengenai hakikat keadilan, kepastian, dan peran hakim dalam mewujudkannya. Pendekatan yang berbeda antara sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon mencerminkan perbedaan filosofis mendasar mengenai sumber otoritas hukum dan bagaimana hukum seharusnya diterapkan dalam masyarakat.

Sistem Eropa Kontinental, dengan tradisi kodifikasi yang kuat, sering dikaitkan dengan positivisme hukum, yang menekankan pada validitas hukum berdasarkan pada sumbernya yang sah, yaitu undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Dalam pandangan ini, keadilan dicapai melalui penerapan hukum yang seragam dan konsisten, tanpa terpengaruh oleh pertimbangan subjektif atau nilai-nilai individual.

Baca juga: Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian: Legalitas dan Batasannya dalam KUHPerdata

Namun, pendekatan ini juga dikritik karena potensi kekakuan dan ketidakmampuannya untuk merespons perubahan sosial dan perkembangan teknologi yang pesat. Di sisi lain, sistem Anglo-Saxon, dengan doktrin preseden yang mengikat, lebih menekankan pada peran hakim dalam mengembangkan hukum melalui putusan-putusan pengadilan. Pendekatan ini sering dikaitkan dengan aliran realisme hukum, yang mengakui bahwa hukum tidak hanya terdiri dari aturan-aturan yang tertulis, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi. Dalam pandangan ini, keadilan dicapai melalui adaptasi hukum terhadap kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat yang terus berubah, meskipun dengan risiko menimbulkan ketidakpastian hukum.

Penemuan Hukum dalam Sistem Hukum Civil Law dan Common Law

Pendekatan penemuan hukum yang berbeda antara sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon membawa konsekuensi tersendiri, baik dari segi kepastian hukum, fleksibilitas hukum, maupun keadilan. Mari kita telaah kelebihan dan kekurangan masing-masing pendekatan:

Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)

Kelebihannya sebagai berikut:

  • Kepastian Hukum yang Tinggi: Dengan undang-undang sebagai sumber hukum utama, diharapkan hukum dapat diterapkan secara seragam dan konsisten. Hal ini memberikan kepastian bagi masyarakat dalam merencanakan tindakan dan transaksi mereka.
  • Demokratis: Undang-undang dibuat oleh badan legislatif yang dipilih oleh rakyat, sehingga hukum memiliki legitimasi demokratis yang kuat.
  • Sistematis dan Terstruktur: Kodifikasi hukum menciptakan sistem hukum yang terstruktur dan sistematis, memudahkan pencarian dan pemahaman
  • Peran Doktrin yang Kuat: Doktrin hukum yang dikembangkan oleh para ahli hukum membantu hakim dalam menafsirkan undang-undang dan menyelesaikan masalah-masalah hukum yang kompleks.

Adapun kekurangannya terdapat pada:

  • Kurang Fleksibel: Undang-undang seringkali sulit untuk diubah atau diperbarui, sehingga dapat tertinggal dari perkembangan sosial dan teknologi. Hal ini dapat menyebabkan hukum menjadi tidak relevan atau tidak adil dalam kasus-kasus tertentu.
  • Terlalu Formalistis: Penekanan pada interpretasi gramatikal dan sistematis dapat menyebabkan hakim terlalu formalistis dalam menerapkan hukum, tanpa mempertimbangkan konsekuensi sosial atau keadilan individual.
  • Kekosongan Hukum: Undang-undang tidak dapat mengatur semua aspek kehidupan, sehingga seringkali terdapat kekosongan hukum yang sulit untuk diatasi.
  • Potensi Interpretasi yang Berbeda: Meskipun undang-undang diharapkan dapat diterapkan secara seragam, hakim yang berbeda dapat memiliki interpretasi yang berbeda terhadap undang-undang yang sama.

Sistem Hukum Anglo-Saxon (Common Law)

Memiliki Kelebihan seperti di bawah ini:

  • Fleksibilitas yang Tinggi: Hukum dapat berkembang seiring dengan perubahan sosial dan teknologi melalui putusan-putusan Hal ini memungkinkan hukum untuk tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
  • Putusan yang Konkret dan Praktis: Hakim memutuskan kasus berdasarkan fakta-fakta konkret yang dihadapi, sehingga putusan-putusan mereka cenderung lebih praktis dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
  • Perlindungan Hak-Hak Individu: Sistem Common Law cenderung lebih melindungi hak-hak individu karena hakim memiliki kebebasan untuk mengembangkan hukum baru dalam kasus-kasus yang belum diatur oleh undang-undang atau preseden sebelumnya.
  • Adaptasi yang Lebih Mudah: Sistem Common Law lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan zaman karena hukum dapat diubah melalui putusan pengadilan tanpa harus menunggu proses legislasi yang panjang.

Adapun Kekurangan dalam sistem hukum Anglo-Saxon (Common Law) yaitu:

  • Ketidakpastian Hukum: Doktrin stare decisis dapat menyebabkan ketidakpastian hukum karena hakim dapat membedakan kasus yang dihadapi dari preseden yang ada, atau bahkan mengubah preseden tersebut jika dianggap tidak sesuai lagi.
  • Tidak Demokratis: Hakim tidak dipilih oleh rakyat, sehingga putusan- putusan mereka tidak memiliki legitimasi demokratis yang sama dengan undang-undang.
  • Potensi Diskriminasi: Sistem Common Law dapat rentan terhadap diskriminasi karena hakim cenderung mengikuti putusan-putusan pengadilan sebelumnya yang mungkin mencerminkan bias atau prasangka tertentu.
  • Kompleksitas: Sistem Common Law dapat menjadi sangat kompleks karena banyaknya putusan pengadilan yang harus dipelajari dan dianalisis untuk menemukan hukum yang relevan.

Tabel Perbandingan Sistem Hukum Civil Law dan Common Law

Keterangan

Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)

Sistem Hukum Anglo-Saxon (Common Law)

Kepastian Hukum

Tinggi Rendah

Fleksibilitas

Rendah

Tinggi

Demokratis

Tinggi

Rendah

Kompleksitas

Rendah (dalam hal sumber hukum)

Tinggi (dalam hal yurisprudensi)

Sebagai penutup, analisis komparatif mengenai penemuan hukum dalam sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon mengungkapkan bahwa kedua tradisi hukum ini menawarkan pendekatan yang berbeda, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Sistem Eropa Kontinental, yang berakar pada positivisme hukum, menekankan pada kepastian hukum melalui penerapan undang-undang secara sistematis dan logis.

Namun, pendekatan ini berpotensi menghasilkan kekakuan dan ketidakmampuan untuk merespons perubahan sosial yang cepat. Di sisi lain, sistem Anglo-Saxon, yang dipengaruhi oleh realisme hukum, menawarkan fleksibilitas yang lebih besar melalui pengembangan hukum oleh hakim melalui preseden. Namun, fleksibilitas ini dapat mengorbankan kepastian hukum dan konsistensi.

Baca juga: Perbedaan Civil Law dan Common Law dalam Penemuan dan Penerapan Hukum

Pilihan sistem hukum yang paling tepat bergantung pada nilai-nilai dan prioritas yang dianut oleh suatu masyarakat. Dalam praktiknya, banyak sistem hukum modern, termasuk Indonesia, mengadopsi elemen-elemen dari kedua tradisi hukum ini untuk menciptakan sistem yang lebih seimbang dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Pada akhirnya, tujuan utama dari setiap sistem hukum adalah untuk mencapai keadilan, kepastian, dan kemajuan sosial, dan bagaimana tujuan ini dicapai merupakan cerminan dari nilai-nilai filosofis dan sejarah yang membentuk sistem hukum tersebut.

Referensi

Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.

Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum . Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *