Menggali Kearifan Lokal di Pasuruan
Hari Raya Ketupat yang diperingati satu minggu setelah Idul Fitri menjadi waktu istimewa bagi warga Pasuruan, Jawa Timur. Selain sebagai ajang mempererat tali silaturahmi dan merayakan kebahagiaan, masyarakat di beberapa wilayah Pasuruan, khususnya di kawasan pesisir Kota Pasuruan masih melestarikan tradisi khas yang disebut Praonan.
Sejak Senin pagi, 7 April 2025, ribuan warga dari berbagai daerah, baik dari Kota maupun Kabupaten Pasuruan, memadati Pelabuhan Kota Pasuruan. Mereka mengikuti tradisi praonan dengan menaiki perahu untuk berkeliling di laut sepuasnya Perahu besar dan kecil tampak lalu-lalang, mengangkut belasan hingga puluhan penumpang. Arus kedatangan warga terus mengalir tanpa henti hingga menjelang sore hari. Tradisi ini berfungsi sebagai sarana rekreasi sederhana dan terjangkau yang mampu memperkuat hubungan kekeluargaan serta kebersamaan antar warga setempat.
Baca juga: Mengurai Siri’ dalam Sanksi Adat Seda’ terhadap Kawin Lari di Mamuju
Pengertian Tradisi Praonan
Tradisi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat adat yang mencerminkan identitas, nilai-nilai, dan norma sosial. Di Pasuruan, Jawa Timur, terdapat sebuah tradisi unik yang dikenal dengan Praonan, yakni kegiatan melaut bersama yang biasanya dilakukan saat Lebaran Ketupat. Tradisi ini bukan sekadar bentuk rekreasi atau hiburan, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat pesisir.
Praonan berasal dari kata dasar perahu atau prao dalam bahasa Jawa, yang secara harfiah berarti kegiatan menggunakan perahu. Dalam konteks budaya Pasuruan, tradisi praonan merujuk pada kegiatan melaut secara massal oleh masyarakat Pasuruan, baik nelayan maupun warga umum, untuk berkeliling laut menggunakan perahu pada momen tertentu, terutama pada Lebaran Ketupat (satu minggu setelah Idul Fitri). Wilayah yang masih mempertahankan tradisi ini di antaranya adalah Lekok, Kraton, dan sekitar Pelabuhan Kota Pasuruan. Biasanya, puluhan perahu besar dan kecil disiapkan untuk mengangkut masyarakat yang ingin mengikuti tradisi tersebut sebagai ajang silaturahmi di laut.
Tradisi praonan terpusat di Pelabuhan Pasuruan, dengan sekitar 60 perahu—baik besar maupun kecil—dikerahkan demi memeriahkan kegiatan ini. Lebih dari 1.500 orang turut hadir untuk meramaikan acara. Para pengunjung menyewa perahu yang tersedia untuk berlayar mengelilingi laut. Tarif yang dikenakan sebesar Rp 10.000 per orang untuk satu kali putaran. Karena tingginya antusiasme, setiap perahu bahkan bisa melakukan perjalanan bolak-balik hingga tiga kali.
Nilai Hukum Adat dalam Tradisi Praonan
Dalam perspektif hukum adat, praonan memiliki makna dan fungsi hukum tersendiri, meskipun tidak tertulis secara formal. Hukum adat mengatur perilaku masyarakat berdasarkan norma yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan, termasuk dalam pelaksanaan tradisi-tradisi seperti praonan. Dalam hukum adat, suatu tradisi dapat dianggap sebagai bagian dari norma adat jika memenuhi beberapa unsur, seperti keteraturan sosial, kepatuhan masyarakat, dan adanya sanksi sosial.
Praonan dilakukan secara teratur dalam masyarakat. Semua anggota masyarakat menghormati dan mengikuti praktik ini tanpa paksaan formal. Meskipun tidak ada sanksi hukum tertulis, pelanggaran terhadap tradisi ini bisa menimbulkan pengucilan sosial atau teguran adat. Secara sosial dan budaya, tradisi praonan mengandung berbagai nilai, antara lain:
- Kebersamaan dan gotong royong
Masyarakat bekerja sama mempersiapkan perahu, membantu sesama, dan menjaga keselamatan selama kegiatan berlangsung.
- Silaturahmi dan harmoni sosial
Tradisi ini mempertemukan banyak orang dari berbagai wilayah, mempererat hubungan sosial dan kekeluargaan.
- Relasi manusia dan alam
Melalui praonan, masyarakat menunjukkan rasa syukur dan penghormatan terhadap laut sebagai sumber kehidupan.
Karena modernisasi, tradisi seperti praonan menghadapi tantangan berupa berkurangnya minat generasi muda untuk melestarikan tradisi, masuknya aturan formal dari negara yang kadang tidak sinkron dengan hukum adat setempat, namun demikian, hukum adat tetap memiliki posisi penting sebagai pelengkap hukum negara, khususnya dalam menjaga budaya dan nilai lokal. Namun, upaya pelestarian masih terus dilakukan, baik melalui kegiatan budaya, promosi wisata, maupun dukungan dari tokoh masyarakat dan pemerintah lokal.
Baca juga: Tradisi Merarik di Lombok: Antara Tradisi Adat dan Hukum Negara
Fungsi Hukum Adat dalam Tradisi Praonan
Tradisi praonan, meskipun tidak diatur dalam peraturan tertulis, memenuhi unsur hukum adat, yaitu:
- Diterima secara luas oleh masyarakat sebagai norma perilaku.
- Dilakukan secara berulang dan turun-temurun.
- Disertai sanksi sosial, seperti teguran atau pengucilan bagi pihak yang tidak menghargai tradisi atau merusak tatanannya.
- Mengatur hubungan sosial, seperti kerja sama antarwarga dan pembagian peran dalam kegiatan.
Tradisi ini berfungsi seperti hukum adat karena dapat menjaga harmoni sosial dan memperkuat rasa kebersamaan. Praonan juga menjadi bentuk mekanisme penyelesaian sengketa secara adat, misalnya saat terjadi konflik dalam pembagian hasil laut, serta menjaga kelestarian lingkungan laut dengan mengatur kapan dan bagaimana masyarakat melaut.
Tradisi Praonan di Pasuruan bukan sekadar perayaan pasca-lebaran, melainkan cerminan kuatnya nilai-nilai kebersamaan serta warisan budaya yang dijaga turun-temurun. Tradisi praonan di Pasuruan bukan sekadar kegiatan budaya, melainkan juga bagian dari sistem hukum adat yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Ia berfungsi sebagai alat pengatur sosial, memperkuat solidaritas, dan menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan alam.
Selain itu, Praonan juga mengatur interaksi dengan lingkungan, seperti etika saat berada di laut dan penghormatan terhadap alam. Dalam perspektif hukum adat, tradisi ini patut dihargai dan dijaga eksistensinya, bahkan bisa menjadi rujukan dalam pembentukan kebijakan lokal berbasis kearifan lokal.
Kesimpulan
Tradisi praonan bukan hanya sebuah acara rekreasi tahunan, tetapi juga merupakan bagian dari sistem hukum adat yang hidup di tengah masyarakat Pasuruan. Tradisi ini mencerminkan norma, nilai, dan aturan sosial yang diwariskan secara turun-temurun.
Dalam perspektif hukum adat, praonan memiliki fungsi penting dalam menjaga tatanan sosial, memperkuat identitas budaya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Pelestarian tradisi praonan tidak hanya penting untuk menjaga budaya lokal, tetapi juga sebagai bentuk pengakuan terhadap eksistensi hukum adat sebagai sistem hukum yang sah dan hidup di Indonesia.